Rabu, 14 Juli 2010

Moneter

1.Bank sentral di Indonesia dilaksanakan oleh BANK INDONESIA dan berfungsi sekaligus sebagai Bank SIRKULASI, Bank to Bank dan lender of the last resort (tempat pertemuan akhir kliring seluruh bank-bank di Indonesia) layanan yang diberikan oleh BI hanya kepada Bank–Bank Pemerintah dan dunia perbankan pada umumnya. BI duberikan tugas untuk mengawasi dan mengatur kegiatan institusi keuangan lain dalam sistem finansial juga mengeluarkan kebijakan ekonomi.
Peran BI sebagai bank sentral antara lain:
a.bertindak sebagai bank kepada pemerintah
b.bertindak sebagai bank kepada bank-bank umum
c.mengawasi keseimbangan kegiatan perdagangan luar negeri
d.mengawasi kegiatan bank umum dan lembaga-lembaga keuangan lainnya
e.mencetak uang (logam maupun kertas) yang diperlukan untuk melancarkan kegiatan produksi dan perdagangan

2.Sebagai bank sentral (BI) mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.
Untuk mencapai tujuan tersebut BI didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia. Ketiganya perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien.

3.Krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997/1998 telah menuntut perubahan tatanan kelembagaan Bank Indonesia. Perubahan itu terwujud pada pergantian Undang-undang No. 13 Tahun 1968 dengan Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
Sebagai implementasi Undang-undang tersebut, awal tahun 2000 Bank Indonesia mulai mengumumkan Target Inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter.

4.Lembaga keuangan Bank adalah lembaga keuangan yang paling lengkap, karena lembaga keuangan tersebut kegiatan usahanya meliputi menyalurkan dana (memberikan kredit) juga melakukan penghimpunan dana dari masayarakat (nasabah) dan memberikan Jasa-jasa perbankan lainnya yang berkaitan dengan kelancaran kegiatan menyalurkan dan menghimpunan dana tersebut.
Di Indonesia lembaga Keuangan Bank terdiri dari :
a. Bank Sentral
b. Bank Umum
c. BPR (bank perkreditan rakyat), DLL

Adapun lembaga keuangan lainnya biasanya bidang usahanya hanya terfokus pada usaha penghimpunan dana atau hanya menyalurkan dana (pembiayaan dana) walaupun ada juga yang melakukan keduanya.
Yang termasuk jenis lembaga keuangan lainnya adalah :
a. Pasar Modal
b. Pasar uang dan Valas
c. Koperasi simpan pinjam
d. Perum Pegadaian
e. Perusahaan leasing (sewa guna usaha)
f. Perusahaan asuransi
g. Perusahaan anjak piutang (Factoring)
h. Modal Ventura, DLL

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perbedaan mendasar lembaga keuangan Bank dan Non Bank adalah ragam produk yang ditawarkan, kegiatan yang dilakukan, suku bunga yang ditetapkan kepada para nasabahnya. Untuk itu bisa disimpulkan bahwa lembaga keuangan (terutama Bank) adalah sebagai perantara antara masyarakat yang kelebihan dana dengan yang kekurangan dana. Bagi yang kelebihan dapat menyimpan dananya dalam bentuk tabungan, rekening giro atau deposito dengan imbalan bunga tertentu dan bagi yang kekurangan dana bisa meminjam dana tersebut dalam bentuk kredit.

5.Uang adalah segala sesuatu yang diterima umum sebagai alat pembayaran atas barang dan jasa, alat penukar, merupakan pengukur kekayaan dan dapat digunakan umtuk membayar hutang, uang biasanya berbentuk logam dan kertas.
Kartu kredit adalah merupakan kartu plastik yang dikeluarkan oleh bank atau perusahaan tertentu, yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran atau transaksi barang dan jasa.
Perbedaan yang paling mendasar dari uang dan kartu kredit adalah uang dapat dipergunakan kapan saja, sedangkan kartu kredit hanya dapat dipergunakan disebahagian tempat saja dalam artian tidak dapat selalu dipergunakan, dan kartu kredit pada umumnya memiliki jangka waktu yang terbatas.

Selasa, 13 Juli 2010

PERKEMBANGAN KETERKAITAN SEKTOR AGROINDUSTRI DAN PERTANIAN DI INDONESIA, BERDASARKAN ANALISIS INPUT-OUTPUT TAHUN 1995, 2000 DAN 2005

A. Keterkaitan Ke Belakang (Backward Linkage) Sektor Agroindustri Terhadap Sektor Pertanian
Backward linkage (daya penyebaran) atau juga disebut keterkaitan ke belakang, merupakan dampak dari kenaikan satu unit permintaan akhir suatu sektor tertentu terhadap pertumbuhan ekonomi di masing-masing sektor secara keseluruhan (Armin Muis & Edhi Taqwa, 2004:80). Apabila backward linkage suatu sektor meningkat, maka dapat dikatakan adanya pertumbuhan output pada sektor lain akibat adanya satu unit permintaan akhir pada suatu sektor.
Keterkaitan ke belakang (backward linkage) sektor agroindustri terhadap sektor pertanian adalah dampak yang ditimbulkan oleh perubahan satu unit permintaan akhir sektor agroindustri terhadap perubahan output sektor pertanian. Jika terjadi peningkatan kapasitas produksi pada sektor agroindustri akan menyebabkan peningkatan permintaan atas barang dan jasa yang diperlukan sebagai input oleh sektor agroindustri.
Pada tabel 1 memperlihatkan besarnya total backward linkage sektor agroindustri terhadap sektor pertanian pada tahun 1995 sebesar 3,32. artinya apabila terjadi kenaikan permintaan akhir pada sektor agroindustri sebesar Rp 1 juta, maka akan berdampak terhadap peningkatan output sektor pertanian sebesar Rp 3,32 juta.
Tabel 1
Backward Linkage Sektor-sektor Agroindustri terhadap Sektor-sektor Pertanian, Priode 1995, 2000 dan 2005 (juta rupiah)
Kode
Subsektor Industri
Backward Linkage
1995
2000
2005
27
Industri pengolahan dan pengawetan makanan
0,38291
0,32837
0,41899
28
Industri minyak dan lemak
0,47061
0,27042
0,36872
29
industri penggilingan padi
0,85930
0,89763
0,81210
30
industri tepung, segala jenis
0,21554
0,30654
0,43974
31
Industri gula
0,39211
0,68369
0,61284
32
Industri makanan lainnya
0,35222
0,31321
0,40248
33
Industri minuman
0,14598
0,17241
0,23420
34
Industri rokok
0,11088
0,09974
0,07577
35
Industri pemintalan
0,02237
0,02875
0,12980
36
Industri tekstil, pakaian dan kulit
0,02021
0,14460
0,09325
37
Industri bambu, kayu dan rotan
0,32663
0,27421
0,17234
38
Industri kertas, barang dari kertas dan karton
0,02261
0,03935
0,03765
Total
3,32137
3,55892
3,79788
Sumber: Diolah dari tabel I-O 1995, 2000 dan 2005
Pada tabel 1 memperlihatkan bahwa total keterkaitan ke belakang (backward linkage) sektor agroindustri terhadap sektor pertanian tahun 1995, 2000 dan 2005 mengalami peningkatan. Pada tahun 1995 total backward linkage berjumlah 3,32137, pada tahun 2000 meningkat menjadi 3,55892, dan pada tahun 2005 menjadi 3,79788.
Akan tetapi, jika dilihat secara seksama, terjadi beberapa peningkatan dan penurunan pada sektor-sektor tertentu. Contohnya pada sektor industri penggilingan padi (29), pada tahun 1995 backward linkagenya berjumlah 0,85930, pada tahun 2000 meningkat menjadi 0,89763, dan pada tahun 2005 menurun dengan pesat menjadi 0,81210. Begitu pula pada industri rokok (34), pada tahun 2005 sebesar 0,07577 yang pada tahun sebelumnya (tahun 1995 dan 2000) sebesar 0,11088 dan 0,09974.
Tetapi pada sektor industri tepung, segala jenis (30), dan sektor industri minuman (33), kedua sektor ini mengalami peningkatan secara berkesinambungan. Hal ini menunjukkan bahwa kedua sektor tersebut memiliki keterkaitan yang konsisten semakin kuat pada sektor pertanian selama priode 1995, 2000 dan 2005. Hal ini bisa disebabkan karena telah tersedianya bahan baku dalam negeri atau domestik.
Berikut ini adalah tabel yang memperlihatkan kandungan impor yang dimiliki oleh sektor-sektor agroindustri.
Tabel 2
Kandungan Impor Sektor Agroindustri Priode 1995, 2000 dan 2005 (Juta Rupiah)
kode
Subsektor
total impor
1995
2000
2005
27
Industri pengolahan dan pengawetan makanan
339302
9007563
18463397
28
Industri minyak dan lemak
15693
13240457
41771186
29
industri penggilingan padi
38234
3108
106459
30
industri tepung, segala jenis
1444908
680669
1994113
31
Industri gula
40649
60594
279760
32
Industri makanan lainnya
534020
4678714
5103265
33
Industri minuman
81948
158458
224157
34
Industri rokok
938639
1669650
2604484
35
Industri pemintalan
2670338
978515
14085115
36
Industri tekstil, pakaian dan kulit
4072475
64102105
76363915
37
Industri bambu, kayu dan rotan
651941
37162302
40502201
38
Industri kertas, barang dari kertas dan karton
1869535
23718457
24729311

Total kandungan impor
12699677
155462592
226229368

Total output impor
38696292
56372565
85056082

koefisien input impor
0,32819
2,75777
2,65977
Sumber: Diolah dari tabel I-O 1995, 2000 dan 2005
Jika kita memperhatikan tabel di atas, terlihat total kandungan impor sektor agroindustri yang terus meningkat, begitu pula dengan total output yang juga meningkat. Untuk nilai koefisien input, diperoleh dari pembagian total kandungan impor dengan total output impor.
Untuk nilai koefisien input sektor agroindustri terdapat peningkatan dan penurunan. Pada tahun 1995 sebesar 0,32819, pada tahun 2000 menigkat sebesar 2,75777 dan menurun pada tahun 2005 sebesar 2,65977. Peningkatan koefisien input pada tahun 1995 ke tahun 2000 oleh sektor agroindustri, dapat diartikan bahwa sektor agroindustri masih lebih mengandalkan impor untuk pemenuhan inputnya dari pada domestik. Untuk penurunan koefisien input impor dari tahun 2000 ke tahun 2005, dapat diartikan bahwa sektor agroindustri tidak lagi tergantung pada impor, hal ini berarti penggunaan input yang berasal dari domestik lebih banyak digunakan.
B. Keterkaitan Ke Depan (Forward Linkage) Sektor Pertanian Terhadap Sektor Agroindustri
Forward linkage (derajat kepekaan) atau keterkaitan ke depan ialah dampak yang ditimbulkan karena penyediaan hasil produksi suatu sektor terhadap penggunaan input oleh sektor lain. Derajat kepakaan menunjukkan besarnya pengaruh terhadap output suatu sektor yang tebentuk akibat dari perubahan satu unit permintaan akhir pada masing-masing sektor dalam perekonomian.
Forward linkage sektor pertanian adalah dampak yang tercipta akibat pembangunan sektor pertanian terhadap pembangunan sektor-sektor yang menggunakan output sektor pertanian sebagai inputnya. Dalam penelitian ini sektor-sektor yang menggunakan output sektor pertanian dikelompokkan menjadi 12 sektor, yaitu sektor 27-38 (agroindustri).
Pada bagian ini akan membahas besarnya keterkaitan ke depan (forward linkage) sektor pertanian terhadap sektor-sektor pengolahan hasil-hasil pertanian (agroindustri). Pada tabel 3 menunjukkan besarnya forward linkage sektor-sektor pertanian terhadap sektor-sektor agroindustri.
Tabel 3
Forward Linkage Sektor-sektor Pertanian Terhadap Sektor-sektor Agroindustri, Priode 1995, 2000 dan 2005 (juta rupiah)
Kode
Subsektor Pertanian
Forward Linkage
1995
2000
2005
1
Padi
0,89153
0,89860
0,82514
2
Tanaman kacang-kacangan
0,11266
0,08624
0,10384
3
Jagung
0,15954
0,14190
0,18790
4
Tanaman umbi-umbian
0,04610
0,04013
0,05411
5
Sayur-sayuran dan buah-buahan
0,05610
0,04533
0,13694
6
Tanaman bahan makanan lainnya
0,00720
0,19547
0,27716
7
Karet
0,02620
0,06396
0,03781
8
Tebu
0,50986
0,84899
0,72503
9
Kelapa
0,17696
0,12034
0,09112
10
Kelapa sawit
0,31313
0,15382
0,30816
11
Tembakau
0,06733
0,02710
0,02735
12
Kopi
0,07529
0,03255
0,05964
13
Teh
0,03376
0,01132
0,01304
14
Cengkeh
0,03466
0,05822
0,03368
15
Hasil tanaman serat
0,01834
0,07038
0,15206
16
Tanaman kebun lainnya
0,05989
0,06103
0,08091
17
Tanaman lainnya
0,05394
0,09324
0,07201
18
Peternakan
0,04075
0,03911
0,04519
19
Pemotongan hewan
0,02005
0,03082
0,03436
20
unggas dan hasil-hasilnya
0,01949
0,04231
0,03092
21
Kayu
0,31752
0,23923
0,14765
22
Hasil hutan lainnya
0,02495
0,02801
0,03629
23
Perikanan
0,25618
0,23082
0,31757
Total
3,32143
3,55892
3,79788
Sumber: Diolah dari tabel I-O 1995, 2000 dan 2005
Pada tabel 3 memperlihatkan besarnya total forward linkage antara sektor pertanian dengan sektor agroindustri pada tahun 1995, 2000 dan 2005 mengalami peningkatan. Jika dilihat total forward linkage sektor pertanian terhadap sektor agroindustri mengalami peningkatan.
Jika kita melihat secara seksama, subsektor pertanian cenderungan mengalami penurunan. Pada komoditi Padi (1) misalnya, pada tahun 1995 forward linkagenya sebesar 0,89153, pada tahun 2000 berubah menjadi 0,89860, akan tetapi pada tahun 2005 turun menjadi 0,82514. Perubahan yang sangat drastis terjadi pada komoditi Tebu (8), pada tahun 2005 turun menjadi 0,72503, yang pada tahun sebelumnya (2000) sebesar 0,84899, hal ini bisa diakibatkan karena meningkatnya ekspor akan komoditi tebu.
C. Urutan Keterkaiatan Sektor Agroindustri Terhadap Sektor Pertanian
Berdasarkan hasil pengolahan data input-output 1995, 2000 dan 2005, dapat disusun urutan tingkat keterkaitan antara sektor agroindustri dan sektor pertanian, dengan klasifikasi sebagai berikut: (1) 3 sektor agroindustri yang memiliki backward linkage terbesar; (2) 3 sektor agroindustri yang memiliki backward linkage terkecil; (3) 3 sektor pertanian yang memiliki forward linkage terbesar; dan (4) 3 sektor pertanian yang memiliki forward linkage terkecil. Klasifikasi “tinggi” adalah apabila angka kaitan sektoralnya melebihi angka rata-rata keseluruhan subsektor dalam perekonomian (klasifikasi 66x66 sektor) dan klasifikasi “rendah” adalah apabila angka kaitan sektoralnya lebih rendah dari angka rata-rata keseluruhan subsektor dalam perekonomian.
Selama priode 1995, 2000 dan 2005 sektor agroindustri yang memiliki backward linkage paling besar adalah sektor penggilingan padi (29), pada tahun 1999 sebesar 0,85930, kemudian terjadi sedikit peningkatan pada tahun 2000 menjadi 0,89763, dan sebesar 0,81210 pada tahun 2005. Ini berarti, semakin besar pertumbuhan sektor penggilingan padi akan mempengaruhi penciptaan output sektor pertanian, hal ini cenderung disebabkan oleh penggunaan input sektor penggilingan padi berasal dari bahan baku domestik (dari dalam negeri).
Tabel 4
Urutan Tingkat Keterkaitan Sektor Agroindustri Terhadap Sektor Pertanian, Tahun 1995, 2000 dan 2005 (juta rupiah)

Tahun
1995
2000
2005

Linkage


3 sektor agroindustri yang memiliki
backward linkage terbesar
Industri penggilingan padi (0,85930)
Industri penggilingan padi (0,89763)
Industri penggilingan padi (0,81210)


Industri minyak dan lemak (0,47061)
Industri gula (0,68369)
Industri gula (0,61284)


Industri gula (0,39211)
Industri pengolahan dan pengawetan makanan (0,32837)
industri tepung, segala jenis (0,43974)


3 sektor agroindustri yang memiliki
backward linkage terkecil
Industri tekstil, pakaian dan kulit (0,02021)
Industri pemintalan (0,02875)
Industri kertas, barang dari kertas dan karton (0,03765)


Industri pemintalan (0,02237)
Industri kertas, barang dari kertas dan karton (0,03935)
Industri rokok (0,07577)


Industri kertas, barang dari kertas dan karton (0,02261)
Industri rokok (0,09974)
Industri tekstil, pakaian dan kulit (0,09325)


3 sektor pertanian yang memiliki forward linkage terbesar
Padi (0,89153)
Padi (0,89860)
Padi (0,82514)


Tebu (0,50986)
Tebu (0,84899)
Tebu (0,72503)


Kayu (0,31752)
Kayu (0,23923)
Perikanan (0,31757)


3 sektor pertanian yang memiliki forward linkage terkecil
Tanaman bahan makanan lainnya (0,00720)
Teh (0,01132)
Teh (0,01304)


Hasil tanaman serat (0,01834)
Tembakau (0,02710)
Tembakau (0,02735)


Unggas dan hasil-hasilnya (0,01949)
Hasil hutan lainnya (0,02801)
Unggas dan hasil-hasilnya (0,03092)


Sumber: Diolah dari tabel input-output 1995, 2000 dan 2005
Dengan memperhatikan tabel 4, untuk backward linkage sektor agroindustri yang paling kecil adalah sektor industri kertas, barang dari kertas dan karton (38). Pada tahun 1995 sebesar 0,02261, setelah itu berubah menjadi 0,03935 pada tahun 2000, dan pada tahun 2005 mencapai 0,03765. hal ini berarti, penyediaan bahan baku atau penyediaan input untuk sektor industri kertas, barang dari kertas dan karton, masih mengandalkan penyediaan bahan baku yang berasal dari luar negeri atau impor, hal ini disebabkan karena kurangnya penyediaan bahan baku domestik.
Untuk forward linkage, yang paling besar hubungan keterkaitannya dengan sektor agroindustri adalah komoditi padi (1), pada tahun 1995 sebesar 0,89153, tahun 2000 berubah menjadi 0,89860, dan 0,82514 pada tahun 2005. Hal ini berarti, semakin menurunya proporsi dari output sektor Padi yang digunakan sebagai input sektor agroindustri. Forward linkage terkecil antara lain adalah sektor tanaman bahan makanan lainnya (6), yang mana pada tahun 1995 sebesar 0,00720. kemudian pada tahun 2000 dan 2005 diduduki oleh sektor teh (13), sebesar 0,01132 dan 0,01304. hal ini menimbulkan arti bahwa sektor tanaman bahan makanan lainnya dan sektor teh sangat kecil dipengaruhi oleh perkembangan sektor agroindustri, dengan kata lain jika terjadi perkembangan produksi pada sektor agroindustri pengaruhnya terhadap sektor tanaman bahan makanan lainnya dan sektor teh sangat kecil

D. Kesimpulan
Pembangunan ekonomi pada hakekatnya adalah merupakan suatu proses yang terus menerus, yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Inti dari tujuan pembangunan ekonomi adalah untuk mencapai pertumbuhan yang berkesinambungan. Orientasi pembangunan yang menitik beratkan pada sektor industri perlu dilengkapi dengan pembangunan sektor pertanian yang tangguh, sehingga terjalin keterkaitan antara sektor industri dan sektor non industri, terutama sektor pertanian.
Berdasarkan hasil pembahasan mengenai perkembangan keterkaitan sektor agroindustri dan pertanian di Indonesia berdasarkan hasil perhitungan berdasarkan data input-output tahun 1995, 2000 dan 2005, maka dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari hasil perhitungan berdasarkan data input-output, ternyata dari priode 1995, 2000 dan 2005 angka keterkaitan ke belakang (backward linkage) sektor agroindustri terhadap sektor pertanian cenderung meningkat. Pada tahun 1995 berjumlah 3,32137, tahun 2000 meningkat menjadi 3,55892, dan meningkat menjadi 3,79788 pada tahun 2005. Dengan melihat perkembangan bacward linkage sektor agroindustri terhadap sektor pertanian yang secara konstan meningkat dapat dikatakan kenaikan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta atas output sektor agroindustri akan menarik (menaikkan) permintaan atas output sektor pertanian sebesar Rp 3,32137 juta pada tahun 1995, Rp 3,55892 juta pada tahun 2000 dan Rp 3,79788 juta pada tahun 2005. dengan kata lain bahwa kenaikan Rp 1 juta permintaan atas output sektor agroindustri akan menaikkan permintaan atas output sektor pertanian dengan nilai yang semakin besar.
2. Untuk Forward linkage (keterkaitan ke depan) sektor pertanian terhadap sektor agroindustri, pada priode 1995, 2000 dan 2005 juga terjadi peningkatan, yang hasilnya sama seperti backward linkage sektor agroindustri terhadap sektor pertanian. Pada tahun 1995, total forward linkage sebesar 3,32143, pada tahun 2000 meningkat menjadi 3,55892, dan pada tahun 2005 berubah menjadi 3,79788. Dengan melihat perkembangan forward linkage sektor pertanian terhadap sektor agroindustri yang secara konstan meningkat dapat dikatakan kenaikan atas output sektor pertanian sebesar Rp 1 juta akan mendorong (menaikkan) permintaan atas output sektor agroindustri sebesar Rp 3,32137 juta pada tahun 1995, Rp 3,55892 juta pada tahun 2000 dan Rp 3,79788 juta pada tahun 2005. dengan kata lain bahwa kenaikan output sektor pertanian Rp 1 juta akan menaikan permintaan atas output sektor agroindustri dengan nilai yang semakin besar.
3. Berdasarkan urutan, backward linkage sektor agroindustri terhadap sektor pertanian yang paling besar pada tahun 1995 adalah sektor industri penggilingan padi (0,85930), dan sektor yang paling kecil adalah sektor industri tekstil, pakaian dan kulit (0,02021). Tahun 2000 sektor terbesar adalah sektor industri penggilingan padi (0,89763), dan yang terkecil pada tahun 2000 adalah sektor industri pemintalan (0,02875). Pada tahun 2005 yang terbesar masih pada sektor industri penggilingan padi (0,81210) dan yang terkecil adalah industri kertas, barang dari kertas dan karton (0,03765). Untuk sektor yang memiliki backward linkage terbesar, berarti telah tersedianya bahan baku domestik untuk digunakan, dan untuk sektor yang memiliki backward linkage terkecil, berarti penggunaan input untuk proses produksinya masih mengandalkan impor.